Menangkal Hoaks dengan Jurnalisme Warga yang Efektif

 

Suasana workshop jurnalisme warga di hall Luwes Purwodadi, Minggu (25/2/2024). (Dok. Maftuhan)

Grobogan – Jurnalisme warga diyakini masih efektif menjadi cara menangkal hoaks. Hal itu menjadi salah satu kesimpulan dalam workshop bertajuk “Menjadi Jurnalisme Warga yang Efektif” yang digelar Smartfren Community di Hall Luwes Purwodadi, Grobogan, Minggu (25/2/2024).

Leader Smartfren Community Grobogan Badiatul Muchlisin Asti mengatakan, meski jusnalisme warga sudah dikenal sejak dua dekade lalu, menurutnya masih penting untuk terus digaungkan.  

Sebab, jurnalisme warga merupakan salah satu cara efektif untuk menangkal hoaks yang masih dan akan terus berseliweran di era sosial media seperti sekarang ini. 

”Dengan jurnalisme warga, hoaks akan lebih mudah ditangkal. Ketika suatu peristiwa diinformasikan dengan narasi yang lengkap, dengan 5W+1H, maka masyarakat akan lebih tercerahkan tanpa khawatir disinformasi,” papar penulis puluhan buku asli Grobogan itu.

Asti, sapaannya memaparkan, jurnalisme warga memiliki perbedaan dengan jurnalisme profesional. Perbedaan mendasarkannya ada pada media untuk publikasi. 

”Jurnalisme warga bisa melalui platform blogspot, web, sosial media apa pun yang tidak terikat Dewan Pers. Sedangkan jurnalis profesional mempublikasikan karyanya di media resmi, yaitu berbadan hukum pers atau lebih jauh sudah terverifikasi Dewan Pers,” paparnya. 

Narasumber dalam workshop ini, Reporter Murianews Saiful Anwar menjelaskan, ada beberapa cara untuk menjadi bahan berita, yakni observasi lapangan, wawancara, dan riset. 

Anggota PWI Grobogan Bidang Pendidikan itu memaparkan, tidak ada perbedaan cara memperoleh berita antara jurnalis warga dan jurnalis profesional. Perbedaannya, sekali lagi, hanya pada media publikasi. Jurnalis profesional mengacu pada Undang-Undang No. 40 Tahun 1999, sedangkan jurnalis warga tidak perlu. 

Lebih lanjut, dia mengatakan, seorang wartawan harus selalu skeptis. Artinya, tidak mudah percaya pada satu narasumber. 

”Bandingkan dengan narasumber lain agar ada keberimbangan, atau dalam istilah jurnalisme itu cover both side. Ada kalanya apa yang dikatakan narasumber tidak sesuai dengan fakta di lapangan,” jelasnya. 

Sementara itu, dalam menulis berita straigt news wartawan selalu menggunakan struktur piramida terbalik. Artinya, hal yang penting atau yang utama ditulis di bagian atas. 

”Ini prinsip umum untuk para wartawan. Jurnalis warga juga mesti menerapkan ini agar pesan yang ingin disampaikan mudah dicerna pembaca,” katanya. (dnd)

DotyCat - Teaching is Our Passion