Pelajar Grobogan Belajar Cara Nikah yang Benar
Melakukan
pernikahan pada usia dini ternyata punya banyak sisi negatifnya. Hal itu
disampaikan dosen Fakultas Psikologi Unika Soegijapranata Kuriake Kharismawan
saat menjadi pembicara pada acara Advokasi Pencegahan Pernikahan Dini yang
dilangsungkan di Pendapa Kabupaten Grobogan, Selasa (26/7/2016).
Menurut
Kuriake, menikah pada usia dini akan banyak problem yang muncul. Misalnya,
rentan jadi korban kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Kemudian ada risiko
meninggal karena dampak pada kesehatan reproduksi.
Dijelaskan,
anak usia 10-14 tahun memiliki kemungkinan meninggal lima kali lebih besar
selama kehamilan atau melahirkan dibandingkan dengan perempuan yang menikah
usia 20-25 tahun. Sementara perempuan usia 15-19 tahun, risiko meninggalnya dua
kali lebih besar.
“Kemudian,
menikah usia dini juga menyebabkan terputusnya akses pendidikan. Dari hasil
penelitian, hanya 5,6 persen anak menikah dini yang masih melanjutkan
pendidikan setelah melangsungkan pernikahan,” kata alumni Fakultas Psikologi
UGM itu.
Fakta
yang ada, Indonesia termasuk negara dengan rangking tinggi dalam pernikahan
usia dua. Yakni, menempati peringkat 37. Sedangkan di level ASEAN menempati
urutan kedua setelah Kamboja. Sekitar 22.000 perempuan usia 10-14 di Indonesia
sudah melangsungkan pernihakan.
Kuriake
menambahkan, banyak faktor yang menyebabkan terjadinya pernikahan usia dini
tersebut. Faktor terbesar adalah dari segi pendidikan. Kebanyakan, pernikahan
usia dini itu terjadi dikawasan pedesaan.
Acara
advokasi tersebut dibuka Bupati Grobogan Sri Sumarni. Sejumlah pihak ikut
diundang dalam acara tersebut. Seperti dari tokoh masyarakat, pelajar SMP dan
SMA, dan forum anak. Dalam kesempatan itu, dilakukan pula pelantikan Forum
Persatuan Anak Grobogan.