Perhatian! Nikah di Grobogan Diduga "Dipungli" Lewat Modin

KUA Purwodadi.
(sumber foto: https://vymaps.com/ID/Kantor-Urusan-Agama-KUA-Purwodadi-534898/)


TEMPO.CO, Semarang - Pungutan liar atau Pungli biaya pernikahan, masih saja terjadi di Jawa Tengah. Pungutan itu melibatkan tenaga Pembantu Pegawai Pencatatan Nikah (P3N), yang sebenarnya resmi dibubarkan kementerian agama. “Pungutan itu masih terjadi, dengan angka rata-rata Rp 200 ribu hingga Rp 400 ribu,” kata peneliti Balai Penelitian dan Pengembangan Agama Semarang, Joko Tri Haryanto, Kamis (4/8).
Balai Penelitian dan Pengembangan Agama Semarang, meneliti 10 kabupaten  kota di Jawa tengah. Hasilnya, banyak petugas P3N memanfaatkan publik yang hendak mengurus pernikahan.
Menurut Joko, meneliti indek kualitas pelayanan kantor urusan agama. Dia menemukan pungli terhadap calon pengantin. “Contohnya di Brebes dan banyak daerah di Jateng justru P3N dihidupkan pemerintah desa, untuk membantu mengurus pernikahan,” kata Joko.
Menurut dia, jasa menambah biaya nikah itu, tak sesuai ketetapan kementerian agama yang telah menentukan biaya nikah nol rupiah jika dilakukan di KUA dan dikenai Rp 600 ribu bila dilakukan di rumah, yang seharusnya dibayar di bank.
Hasil penelitiannya menunjukan, masyarakat yang hendak menikah diarahkan ke P3N yang sering disebut masyrakat modin atau lebe. Besar pungutannya pun tak sesuai aturan.
Meski demikian, hasil survei Balai Penelitian dan Pengembangan Agama Semarang, menunjukan indek kualitas pelayanan KUA cukup tinggi dengan angka 79. “Artinya masih baik. Pelayanannya lebih cepat. Kalau syarat lengkap hanya  dua jam,” katanya.
Muhammad Khoirudin 26 tahun, warga asal Kecamatan Gubug, Grobogan, membenarkan adanya pungutan itu. Dia mengatakan, menikah pada April 2016, kena pungli menggunakan jasa modin yang sebelumnya bertugas Pembantu Pegawai Pencatatan Nikah (P3N). “Saya daftar di KUA dengan berkas lengkap. Tapi diminta kembali, agar mendaftar lewat modin,” kata Muhammdi.
Dia mengaku kecewa. Apalagi saat modin meminta tarif melebihi aturan. “Biaya yang dikenakan ke saya Rp 970 ribu. Ketika saya protes, katanya di luar Rp 600 ribu buat administrasi,” kata Khoirudin.
Menurut dia, upaya menstranfer biaya lewat bank secara online sulit, karena pendaftaran untuk mendaptkan nomer register harus melalui modin, yang bekerja sama dengan petugas KUA.
Karena itu, dia menilai sangat merugikan. Apalagi, berkasnya lengkap. “Saya bolak-balik ke KUA, awalnya karena menolak lewat modin. Petugas sudah kerja sama tak mau menerima pendaftaran di luar jasa modin,” katanya.


EDI FAISOL | Sumber: Tempo
2016
DotyCat - Teaching is Our Passion